BERITA
Publik Soroti Kejanggalan Dalam Proses Sengketa Lahan di Seruni Mumbul
Pihak keluarga tergugat bersama LSM Garuda menunjukkan bukti otentik kepemilikan lahan saat konfrensi pers di Lesehan Elen. |
LOMBOK TIMUR - Sengkarut sengketa lahan di Desa Seruni Mumbul Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur, kini menjadi sorotan banyak pihak.
Terkait permasalahan tersebut, keluarga ahli waris dan masyarakat setempat mempertanyakan sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Selong. Lahan warga seluas 4,29 hektar dinyatakan kalah meski mengantongi bukti otentik kepemilikan sejak tahun 1976.
"Bukan hanya masyarakat, publik pun heran bukti otentik kepemilikan, hanya dikalahkan oleh selembar kertas fotokopi yang dileges, ini menimbulkan tanda tanya," tegas Muksin salah satu pihak tergugat.
Dalam kesempatan itu, keluarga ahli waris Muksin dan Salahudin, didampingi Ketua LSM Garuda M. Zaini, menegaskan bahwa tanah tersebut telah mereka kuasai, bahkan pembayaran pajaknya secara sah dibayarkan selama hampir lima dekade.
“Sejumlah bukti yang kami miliki seperti surat ganti rugi, SPPT, dan bukti pembayaran pajak lengkap sejak tahun 1976 hingga sekarang. Tidak pernah sekalipun kami menunggak,” ucap Muksin.
Bagaimana tidak, pihak tergugat merasa kecewa, atas putusan pengadilan justru memenangkan pihak lawan yang hanya membawa fotokopi surat jual beli tahun 1984 yang dilegas di salah satu notaris, ujarnya.
“Secara akal sehat, bagaimana mungkin kami yang pegang dokumen asli bisa kalah dari orang yang hanya membawa fotokopi? Ini sangat janggal. Kami mencurigai adanya praktik ‘masuk angin’ di tubuh pengadilan,” ujarnya dengan nada kecewa.
Pernyataan serupa disampaikan Salahudin, bahwa kejanggalan juga terlihat pada inkonsistensi penerapan hukum. Ia menilai, kasus lain yang hanya bermodalkan fotokopi pernah dikategorikan sebagai tindak pidana ringan (tipiring), sementara perkara mereka justru berlanjut hingga tahap eksekusi. "Inilah yang menimbulkan tanda tanya banyak pihak," tutur Salahudin didepan awak media.
Sementara itu, Ketua LSM Garuda, M. Zaini sebagai kuasa pendamping atas sengketa tersebut, menemani ahli waris Dalam konferensi pers yang digelar Rabu (08/10/2025), menyampaikan berbagai kejanggalan dalam proses hukum yang membuat mereka kehilangan tanah peninggalan almarhum Abu Bakar Suri. Kasus tersebut menyeret nama I Wayan Budi, warga asal Mataram, sebagai pihak penggugat.
"Ada banyak dugaan kejanggalan, dalam sengketa ini termasuk pengacara tergugat sendiri," ujarnya.
Tidak cukup sampai disitu, keluarga ahli waris mengaku kecewa terhadap Penasehat Hukum mereka yang absen saat proses eksekusi dilakukan.
"Anehnya, ketika pihak penggugat datang bersama pengacaranya untuk mengeksekusi lahan, pengacara kami justru tidak hadir. Ini sangat kami sesalkan. Ditambah lagi, fakta bahwa objek tanah yang sama digugat dua kali oleh pihak penggugat dengan dasar berbeda.
Bukan hanya itu, kejanggalan lain menurut Zaini, satu lahan digugat dua kali dengan alasan yang berbeda. Harusnya, ini sudah cukup menjadi pertimbangan bagi majelis hakim,” katanya penuh keheranan.
Lebih jauh disampaikan, dengan kasus ini pihak keluarga merasa sangat dizolimi, delapan tahun berjuang mempertahankan apa yang menjadi hak mereka. Kendati demikian, aktifis senior tersebut tetap optimis akan ada secercah harapan sembari dirinya menempuh upaya hukum lain.
Zaini melalui LSM Garuda, dengan tegas akan mengawal kasus ini hingga ke Mahkamah Agung. Termasuk akan bersurat pada Presiden, DPR RI dan Komisi Yudisial. Karena menurutnya, menyuarakan kebenaran adalah hak azasi manusia yang harus diperjuangkan. Terlebih lagi, sambung Zaini pihak tergugat adalah masyarakat awam tak berdaya. (*)
Via
BERITA
Post a Comment